Ketika cinta harus memilih, akan kupilih yg bisa menerima aku apa adany
Ketika cinta harus melihat, semoga hatiku tak terbutakan oleh hawa nafsu
Ketika hati harus mendengar, ku harap ku mendengar kata hatiku dan mencari yang terbaik yang bisa kutemui..
Ketika cinta harus kucari, kan kucari cinta yang di Ridhoi Ilahi
Ketika manusia terbutakan oleh cinta, kdang mereka tak menyadari bahwa mereka mengikuti hawa nafsu mereka, tak melihat bagaiman cinta membawa mereka ke kehancuran dan kebencian.
Tpi, ktika cinta Karena Ilahi, kita akn mendptkan sebuah cinta hakiki yg di Ridhoi Ilahi
Mengenai Saya
- FAUZIAH
- Aku hanyalah seoarang manusia yang bisa saja salah dalam setiap kata yang telah aku ucapkan, tulisan yang telah aku buat.jika terdapat kesalahan kata, tanda baca, nama, dsb harap dimaklumi, Sungguh, Allahlah yang maha sempurna dengan segala sesuatu, dan aku hanyalah manusia yang terkadang alfa atas setiap hal yang telah kulalui.
Kamis, 15 Juli 2010
Doa dan Adabnya
DOA DAN ADABNYA
Do’a, adalah salah satu amalan penting bagi seorang sufi.
Adab do’a misalnya disusun oleh ajaran sufi sebagai berikut:
1. Orang-orang sufi harus memlihara waktu-waktu yang dianggap murni dan mulia sebagai saat dan tempat mengucapkan sesuatu do’a. hari Arafat yang hanya dating sekali setahun, dengan tempatnya yang tertentu dekata Mekkah, sebagai tempat permulaan ibadah haji, bagi orang sufi adalah saat yang terpenting tempat mengucapkan do’a, dan oleh karena itu kesempatan ini sedapat mungkin tidak dibiarkan berlalu begitu saja. Kemudian bulan Ramadhan adalah salah satu bulan terbaik di antara bulan-bulan setahun, begitu juga hari jum’at merupakan hari yang terbaik pula dalam seminggu, waktu sahur merupakan saat yang terindah pada waktu malam, dan lain-lainnya, sebagai tempat-tempat berdo’a menghadapkan sesuatu permohonan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
2. Pada anggapan orang-orang sufi kesempatan waktu yang baik itu harus dipergunakan sungguh-sungguh, dan terutama do’a-do’a itu dianggap baik diucapkan tatkala orang-orang berdesak-desakan dalam barisan sabilillah, tatkala turun hujan, tatkala berdiri dalam shalat lima waktu yang wajib, tatkala puasa dan tatkala sujud.
3. Do’a itu harus diucapkan sambil menghadap kiblat dan sambil mengangkat kedua belah tangannya sehingga keliatan ketiaknya. Hal ini tentu ditujukan kepada latihan badan.
4. Mengucapkan do’a itu hendaklah dengan suara yang sedang tidak terlalu keras dan tidak terlalu rendah. Yang demikian itu mungkin dimaksudkan untuk menenangkan diri dan jiwa orang yang berdo’a itu, dan menyesuaikan dengan ajaran Islam, bahwa Tuhan itu tidak ghaib dan tidak tuli, sebagaimana yang dikemukakan Nabi, tatkala orang-orang berdo’a berteriak-teriak dengan suara yang membumbung ke angkasa.
5. Hendaklah dijaga agar do’a itu tidak tersusun dalam kata-kata yang bersajak berlebihan, untuk menghilangkan kesukaran dalam mengucapkannya, sesuai dengan hadits Nabi, yang mennyuruh meninggalkan gurindam dan sajak itu dalam susunan do’a. Larangan ini dihukumi makruh , karena Nabi sendiri acapkali berdo’a dengan kata-kata bersajak, meskipun dengan cara yang sangat sederhana dan mudah difahami orang.
6. Orang-orang sufi itu di kala ia berdo’a haruslah berada dalam keadaan tadarru’, khusyu’, penuh harapan akan diberi, dan penuh ketakutan untuk ditolak.
7. Orang yang iingin mengucapkan do’a itu haruslah mempunyai keyakinan seyakin-yakinnya, bahwa do’anya itu pasti diterima Tuhan, karena dengan demikian tertanam dalam jiwanya keyakiknan bahwa Tuhan adalah satu-satunya yang dapat melimpahkan kurnia-NYA.
8. Do’a itu harus diucapkan dengan jelas, diulang-ulang, minta segera dipenuhi oleh Tuhan.
9. Do’a itu harus dimulai dengan sebutan nama Allah dan shalawat kepada Nabi-Nya.
10. Sebagai penutup adab do’a dikemukakan, bahwa do’a itu baru diucapkan sesudah taubat membersihkan diri dari segala perbuatan yang keji.
Semua adab ini pernah dibicarakan dalam kitabnya Imam Ghazali…
Sumber: Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf, Prof. Dr. H. Aboebakar Atjeh, (Semarang : Ramdhani, 1962). Hal. 350-352.
Do’a, adalah salah satu amalan penting bagi seorang sufi.
Adab do’a misalnya disusun oleh ajaran sufi sebagai berikut:
1. Orang-orang sufi harus memlihara waktu-waktu yang dianggap murni dan mulia sebagai saat dan tempat mengucapkan sesuatu do’a. hari Arafat yang hanya dating sekali setahun, dengan tempatnya yang tertentu dekata Mekkah, sebagai tempat permulaan ibadah haji, bagi orang sufi adalah saat yang terpenting tempat mengucapkan do’a, dan oleh karena itu kesempatan ini sedapat mungkin tidak dibiarkan berlalu begitu saja. Kemudian bulan Ramadhan adalah salah satu bulan terbaik di antara bulan-bulan setahun, begitu juga hari jum’at merupakan hari yang terbaik pula dalam seminggu, waktu sahur merupakan saat yang terindah pada waktu malam, dan lain-lainnya, sebagai tempat-tempat berdo’a menghadapkan sesuatu permohonan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
2. Pada anggapan orang-orang sufi kesempatan waktu yang baik itu harus dipergunakan sungguh-sungguh, dan terutama do’a-do’a itu dianggap baik diucapkan tatkala orang-orang berdesak-desakan dalam barisan sabilillah, tatkala turun hujan, tatkala berdiri dalam shalat lima waktu yang wajib, tatkala puasa dan tatkala sujud.
3. Do’a itu harus diucapkan sambil menghadap kiblat dan sambil mengangkat kedua belah tangannya sehingga keliatan ketiaknya. Hal ini tentu ditujukan kepada latihan badan.
4. Mengucapkan do’a itu hendaklah dengan suara yang sedang tidak terlalu keras dan tidak terlalu rendah. Yang demikian itu mungkin dimaksudkan untuk menenangkan diri dan jiwa orang yang berdo’a itu, dan menyesuaikan dengan ajaran Islam, bahwa Tuhan itu tidak ghaib dan tidak tuli, sebagaimana yang dikemukakan Nabi, tatkala orang-orang berdo’a berteriak-teriak dengan suara yang membumbung ke angkasa.
5. Hendaklah dijaga agar do’a itu tidak tersusun dalam kata-kata yang bersajak berlebihan, untuk menghilangkan kesukaran dalam mengucapkannya, sesuai dengan hadits Nabi, yang mennyuruh meninggalkan gurindam dan sajak itu dalam susunan do’a. Larangan ini dihukumi makruh , karena Nabi sendiri acapkali berdo’a dengan kata-kata bersajak, meskipun dengan cara yang sangat sederhana dan mudah difahami orang.
6. Orang-orang sufi itu di kala ia berdo’a haruslah berada dalam keadaan tadarru’, khusyu’, penuh harapan akan diberi, dan penuh ketakutan untuk ditolak.
7. Orang yang iingin mengucapkan do’a itu haruslah mempunyai keyakinan seyakin-yakinnya, bahwa do’anya itu pasti diterima Tuhan, karena dengan demikian tertanam dalam jiwanya keyakiknan bahwa Tuhan adalah satu-satunya yang dapat melimpahkan kurnia-NYA.
8. Do’a itu harus diucapkan dengan jelas, diulang-ulang, minta segera dipenuhi oleh Tuhan.
9. Do’a itu harus dimulai dengan sebutan nama Allah dan shalawat kepada Nabi-Nya.
10. Sebagai penutup adab do’a dikemukakan, bahwa do’a itu baru diucapkan sesudah taubat membersihkan diri dari segala perbuatan yang keji.
Semua adab ini pernah dibicarakan dalam kitabnya Imam Ghazali…
Sumber: Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf, Prof. Dr. H. Aboebakar Atjeh, (Semarang : Ramdhani, 1962). Hal. 350-352.
Doa dan Adabnya
DOA DAN ADABNYA
Do’a, adalah salah satu amalan penting bagi seorang sufi.
Adab do’a misalnya disusun oleh ajaran sufi sebagai berikut:
1. Orang-orang sufi harus memlihara waktu-waktu yang dianggap murni dan mulia sebagai saat dan tempat mengucapkan sesuatu do’a. hari Arafat yang hanya dating sekali setahun, dengan tempatnya yang tertentu dekata Mekkah, sebagai tempat permulaan ibadah haji, bagi orang sufi adalah saat yang terpenting tempat mengucapkan do’a, dan oleh karena itu kesempatan ini sedapat mungkin tidak dibiarkan berlalu begitu saja. Kemudian bulan Ramadhan adalah salah satu bulan terbaik di antara bulan-bulan setahun, begitu juga hari jum’at merupakan hari yang terbaik pula dalam seminggu, waktu sahur merupakan saat yang terindah pada waktu malam, dan lain-lainnya, sebagai tempat-tempat berdo’a menghadapkan sesuatu permohonan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
2. Pada anggapan orang-orang sufi kesempatan waktu yang baik itu harus dipergunakan sungguh-sungguh, dan terutama do’a-do’a itu dianggap baik diucapkan tatkala orang-orang berdesak-desakan dalam barisan sabilillah, tatkala turun hujan, tatkala berdiri dalam shalat lima waktu yang wajib, tatkala puasa dan tatkala sujud.
3. Do’a itu harus diucapkan sambil menghadap kiblat dan sambil mengangkat kedua belah tangannya sehingga keliatan ketiaknya. Hal ini tentu ditujukan kepada latihan badan.
4. Mengucapkan do’a itu hendaklah dengan suara yang sedang tidak terlalu keras dan tidak terlalu rendah. Yang demikian itu mungkin dimaksudkan untuk menenangkan diri dan jiwa orang yang berdo’a itu, dan menyesuaikan dengan ajaran Islam, bahwa Tuhan itu tidak ghaib dan tidak tuli, sebagaimana yang dikemukakan Nabi, tatkala orang-orang berdo’a berteriak-teriak dengan suara yang membumbung ke angkasa.
5. Hendaklah dijaga agar do’a itu tidak tersusun dalam kata-kata yang bersajak berlebihan, untuk menghilangkan kesukaran dalam mengucapkannya, sesuai dengan hadits Nabi, yang mennyuruh meninggalkan gurindam dan sajak itu dalam susunan do’a. Larangan ini dihukumi makruh , karena Nabi sendiri acapkali berdo’a dengan kata-kata bersajak, meskipun dengan cara yang sangat sederhana dan mudah difahami orang.
6. Orang-orang sufi itu di kala ia berdo’a haruslah berada dalam keadaan tadarru’, khusyu’, penuh harapan akan diberi, dan penuh ketakutan untuk ditolak.
7. Orang yang iingin mengucapkan do’a itu haruslah mempunyai keyakinan seyakin-yakinnya, bahwa do’anya itu pasti diterima Tuhan, karena dengan demikian tertanam dalam jiwanya keyakiknan bahwa Tuhan adalah satu-satunya yang dapat melimpahkan kurnia-NYA.
8. Do’a itu harus diucapkan dengan jelas, diulang-ulang, minta segera dipenuhi oleh Tuhan.
9. Do’a itu harus dimulai dengan sebutan nama Allah dan shalawat kepada Nabi-Nya.
10. Sebagai penutup adab do’a dikemukakan, bahwa do’a itu baru diucapkan sesudah taubat membersihkan diri dari segala perbuatan yang keji.
Semua adab ini pernah dibicarakan dalam kitabnya Imam Ghazali…
Sumber: Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf, Prof. Dr. H. Aboebakar Atjeh, (Semarang : Ramdhani, 1962). Hal. 350-352.
Do’a, adalah salah satu amalan penting bagi seorang sufi.
Adab do’a misalnya disusun oleh ajaran sufi sebagai berikut:
1. Orang-orang sufi harus memlihara waktu-waktu yang dianggap murni dan mulia sebagai saat dan tempat mengucapkan sesuatu do’a. hari Arafat yang hanya dating sekali setahun, dengan tempatnya yang tertentu dekata Mekkah, sebagai tempat permulaan ibadah haji, bagi orang sufi adalah saat yang terpenting tempat mengucapkan do’a, dan oleh karena itu kesempatan ini sedapat mungkin tidak dibiarkan berlalu begitu saja. Kemudian bulan Ramadhan adalah salah satu bulan terbaik di antara bulan-bulan setahun, begitu juga hari jum’at merupakan hari yang terbaik pula dalam seminggu, waktu sahur merupakan saat yang terindah pada waktu malam, dan lain-lainnya, sebagai tempat-tempat berdo’a menghadapkan sesuatu permohonan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
2. Pada anggapan orang-orang sufi kesempatan waktu yang baik itu harus dipergunakan sungguh-sungguh, dan terutama do’a-do’a itu dianggap baik diucapkan tatkala orang-orang berdesak-desakan dalam barisan sabilillah, tatkala turun hujan, tatkala berdiri dalam shalat lima waktu yang wajib, tatkala puasa dan tatkala sujud.
3. Do’a itu harus diucapkan sambil menghadap kiblat dan sambil mengangkat kedua belah tangannya sehingga keliatan ketiaknya. Hal ini tentu ditujukan kepada latihan badan.
4. Mengucapkan do’a itu hendaklah dengan suara yang sedang tidak terlalu keras dan tidak terlalu rendah. Yang demikian itu mungkin dimaksudkan untuk menenangkan diri dan jiwa orang yang berdo’a itu, dan menyesuaikan dengan ajaran Islam, bahwa Tuhan itu tidak ghaib dan tidak tuli, sebagaimana yang dikemukakan Nabi, tatkala orang-orang berdo’a berteriak-teriak dengan suara yang membumbung ke angkasa.
5. Hendaklah dijaga agar do’a itu tidak tersusun dalam kata-kata yang bersajak berlebihan, untuk menghilangkan kesukaran dalam mengucapkannya, sesuai dengan hadits Nabi, yang mennyuruh meninggalkan gurindam dan sajak itu dalam susunan do’a. Larangan ini dihukumi makruh , karena Nabi sendiri acapkali berdo’a dengan kata-kata bersajak, meskipun dengan cara yang sangat sederhana dan mudah difahami orang.
6. Orang-orang sufi itu di kala ia berdo’a haruslah berada dalam keadaan tadarru’, khusyu’, penuh harapan akan diberi, dan penuh ketakutan untuk ditolak.
7. Orang yang iingin mengucapkan do’a itu haruslah mempunyai keyakinan seyakin-yakinnya, bahwa do’anya itu pasti diterima Tuhan, karena dengan demikian tertanam dalam jiwanya keyakiknan bahwa Tuhan adalah satu-satunya yang dapat melimpahkan kurnia-NYA.
8. Do’a itu harus diucapkan dengan jelas, diulang-ulang, minta segera dipenuhi oleh Tuhan.
9. Do’a itu harus dimulai dengan sebutan nama Allah dan shalawat kepada Nabi-Nya.
10. Sebagai penutup adab do’a dikemukakan, bahwa do’a itu baru diucapkan sesudah taubat membersihkan diri dari segala perbuatan yang keji.
Semua adab ini pernah dibicarakan dalam kitabnya Imam Ghazali…
Sumber: Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf, Prof. Dr. H. Aboebakar Atjeh, (Semarang : Ramdhani, 1962). Hal. 350-352.
Langganan:
Postingan (Atom)